Sabtu, 04 Juni 2011

Hujan & menjabat tangan

Subhanallah, Batam hujan Allahumma soyyiban Nafi'an. Saat Hujan adalah saat yang paling mustajab untuk meminta kepadaNya. Mari meminta padaNya. Deras hujan itu tak terdengar olehku, namun auranya tetap terasa di kamar kecilku ini. Ya, karna telingaku telah kututup dengan headphones. Shafix-keimanan, menemani jemariku yang terus menari tanpa henti di keyboard notebook ungu mungilku. Nasyid yang cukup menggugah 'Terpatri & takkan terbeli' itulah iman. Seseorang yang telah merasakan manisnya iman, akan merasa kecanduan & menginginkannya lagi, lagi, & lagi.
Andaikan seribu siksaan, trus melambai-lambaikan derita yang mendalam, seujung rambutku aku takkan bimbang. Jalan ini yang aku tempuh. Ya, jalan ini yang akan terus kutempuh.
Eh, tiba-tiba pikiranku melayang ke perkataan seseorang. Ini sebuah protes saat ku sebut kata HIJAB. Ya, dia protes karna waktu pulang kampung aku ogah mengulurkan tanganku untuk dijabat lawan jenis. 'Kok gitu sih? Seolah dari kota jadi sombong gtu, buat berjabat tanganpun tak mau. Tau gk, dia belain jemput tikha padahal lagi sibuk, hanya karna pengen ketemu tikha'. Aku terdiam pikirku mulai merangkai kata mencari alasan & kata yang tepat agar mereka mengerti : Bukankah aku harus slalu membawa hijabku dimanapun aku berada. Mau jadi anak kampung, anak kota, di Palembang, Prabumulih ataupun Batam. Lalu tak mungkin kubiarkan hanya karna 'rasa terimakasih' atau karna 'baktiku' aku harus meninggalkan hijabku di Batam ketika pulang kampung. Ah, aku belum juga menemukan kata yang tepat. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, air mata ini rasanya ingin terjatuh. Tapi ya sudahlah, adzan maghribpun berkumandang. 'Stop di SPBU ya, udah adzan nih'. Semua mata melihatku, kali ini aku tak perduli. 'Kan, tak ada yang menjamin sampai kita masih hidup sampai dirumah nanti' jawabku sambil tersenyum semanis mungkin, seolah tau mata mereka bertanya atas keinginanku. Akhirnya kami semua sholat di musholah. Alhamdulillah, waktu adzan isya aku takk perlu bicara lagi, karna mereka langsung mencari sendiri tempat sholat ketika mendengar adzan.

Duduk diteras rumah bersama keluarga kecilku, sembari bercerita kecil. Aku rasa ini waktunya untuk menyelipkan pengetahuan tentang berjabat tangan dengan lawan jenis. Karna sebentar lagi hari raya, & pastinya akan banyak tamu yang datang, diantaranya pasti berjenis kelamin laki-laki. Ya, karna kami memang keluarga besar. Rumah kami adalah rumah yang wajib dikunjungi, jadi jangan heran kalau hari raya kami selalu gantian untuk menyambut tamu yang tak habis2nya hingga malam tiba.
Kembali ke cerita tadi, aku berfikir darimana mulainya: Ahaaa,, Papa. Papa adalah sosok yang disegani & paling mudah kumasuki & mengerti aku.

Perhatikan cerita ini:

Mama : Ayoo, kalo mau nemenin mama ke pasar. Tapi tak usah pake kaos kaki, pasar tuh kotor. Kenapa juga kemana2 harus pake kaos kaki
Aku    : [Terdiam membisu dengan gaya kekanakan alias monyong, langsung melihat kearah papa]
Papa  : [Seolah mengerti putri sulungnya membutuhkan bantuannya]
Papa  : gk papa dipake aja kaos kakinya, justru karna pasarnya becek nanti kakinya kotor
Mama : Ya sudah, pake lah [jawab mama kalah]
Aku    : [Hihi, mama kalaaahhh :p] teriakku dalam hati

Nah, karna itu aku yakin, papa kerenku ini akan membela keputusanku.
"Pa, tau gak? di organisasi di Batam itu kami tak boleh pacaran lohhh" ceritaku dengan gaya kekanakan
"Oh ya, bagus itu memang harusnya gituu" jawab papa

Hehe, papaku memang menjagaku dari yang namanya pacaran. Kalo ada yang menjaga putri sulungnya ini dari pacaran. Beeuuhhh senengnya dia.

"Jadi pa, disana kalo mau pacaran harus setelah nikah................ [trus kuceritakan proses ta'aruf :p]"
Papa menatapku tajamm, aku tahu papa sedikit tidak setuju dengan ceritaku bagian ini. Memang susah, lingkungan telah mengubah pola pikir papa. Katanya sih kalau nikah dah mau cpet-cepet pasti ada masalah di pernikahan itu.
Untuk mengimbangi papa, aku mengalihkan pembicaraan.
"Oh ya pa, aku itu kalo nanti nikah tak mau disini ah, mau di Batam aja. Soalnya kalo disini suka aneh-aneh. Lagian do'anya ntar tak banyak pa. Kalo di Batam kan bisa dihujani do'a, mana tau diantara doa ada yang terkabul" ceritaku nyerocos macem radio bocor, setelah itu aku terdiam demi melihat tanggapan si papa.
'Ohh, bagus yuk [ayuk=kakak bahasa palembang] , papa jugo setuju. tak usah disini, memang papa tak suka kalo acaranya disini, tapi ntar gimana bawak keluarga besar kita ya??' Tanya papa

'Hahah, ntar aku belii pesawat pa' jawabku dengan percaya diri
'Loh,' papa kaget
'Tenang, kan ada papa yang beliin :p' candaku [Alhamdulillah papa terprovokasi]

'Oh iya, pa disana aku diajari ngaji, membuka pola pikir, punya cita-cita besar, ngomong tak gugup, ngomong saa orang besar santaaiii. Pokoknyooo kereen. Truss pa dak boleh jugo salaman samo cowok'
Olehnyo kalu kito salaman samo cowok, haram!!
'ohh, iyo ye' jawab papa dgn antusias mendengar teruusan dari ceritaku.
Yesssssssssssss, aku BERHASIL!!! Paling tidak ada yg akan membelaku saat berjabat tangan nanti. Senyum penuh kemenangan pun muncul dibibirku.

Next cerita di hari kemenangan :-)

2 komentar:

  1. "menemani jemariku yang terus menari tanpa henti di keyboard notebook ungu MUNGILKU...."
    yah, kalau gede mah bukan notebook atuh...
    yang gede itu namanya.........ayouw..apa???
    yang gede itu.....
    namanya apa???
    apa namanya??
    namanya........

    BalasHapus
  2. Hei, mr riadi soeherman, suaminya kak nophe, instruktur SBS, networking KP & Humas,yang bentar lagi jadi ayah. Perhatikan baik2 cerita saya. bagus tuh untuk pelajaran menjadi ayah yg baik & benar :p

    BalasHapus

Disqus for harus memulai