Senin, 26 Agustus 2013

Cinta Bersemi di Pelaminan -Oleh Anis Matta-

Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.

Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.

Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh sang istri tuan rumah. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu!

Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh di lahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.

Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.

Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.

Minggu, 25 Agustus 2013

Ia, menuntunku slalu



Bismillah
Hanya Ia yang tau tentangku, hanya Ia yang paham sifatku, hanya Ia yang paham betul tiap detail aibku, hanya Ia yang mampu mentarbiyahku. Ya, hanya Dia. 

Tak kupungkiri, aku cemburu pada mereka, mereka yang syahidah dijalanmu, mereka yang bisa menghafal kalam mu, mereka yang menjalankan sunah RasulMu. Mereka, yang kulihat lebih dekat denganMu daripada aku yang hina ini. 
Dalam diam aku menangis, dalam diam aku malu, dalam diam aku melangkah kecil, memaksimalkan potensi yang kupunya, namun tak jua mampu, rasanya masih jauh, sangat jauh, jauh sekali. 
Kulihat lagi mereka yang tak jauh dariku, berjuang dijalanMu dengan semangat yang luar biasa. Sedang aku, bahkan tak mampu melawan kantukku untuk berdiri 2 raka'at di sepertiga malammu.

Kau menuntunku, tetap bersamaku, bahkan dalam maksiatku sekalipun. Slalu berakhir menjadi pelajaran dan evaluasi untukku.

Emosiku yang kadang tak terkontrol dengan para makhluk ciptaanmu, tak sadar menyakiti mereka. Meski kadang aku telah berusaha keras mengontrolnya. 
Allah, aku sungguh tak sempurna, bahkan jauh dari kesempurnaan.
Sengaja kulewati batas-batas zona aman, agar aku tetap merasa dunia ini hanyalah persinggahan, agar aku tetap takut jika melanggar aturanMu. Kuhabiskan waktuku untuk agendaMu, namun tetap juga kutemui celah untuk bermaksiat, ku tanamkan dalam hati bahwa bahkan agenda pribadiku kupersembahkan untukMu, bahkan dunia kerjaku. Perbedaanku kadang membuat gesekan2 namun justru membuatku tentram didalamnya. 

Aku ini egois, bahwa yang kulakukan, smuanya. Bukan karna mereka, bukan, bukan untuk mereka, bukan, bahwa yang kulakukan ini justru untuk diriku sendiri. Karna aku ingin Engkau mencintaiku.

Jika tentang banyaknya amal baik, tentu saja aku tak punya. Karna bahkan untuk memunculkan keinginan beramal baikpun aku harus memintanya padaMu. Aku tak memiliki apapun, sungguh. Aku melakukan konspirasi bahkan untuk pikiran-pikiranku sendiri. Sulit sekali mengontrol diri sendiri.  bahkan ketika aku telah melakukan evaluasi berkali-kali. 

Lalu, aku akan mulai memasuki dunia baru. Maka, tanpa tuntunanMu seperti selama 23 tahun ini, maka semuanya tak kan baik-baik saja.

Ada yang berkata aku suka bermain persepsi. iya, benar sekali. Karna persepsi-persepsi itu untuk membentukku. Dari persepsi-persepsi itulah aku membentuk kepribadianku sampai sekarang. Ketika masih kecil saat konflik itu melanda, maka persepsi inilah yang menyelamatkanku. Bahwa ini akan berakhir indah. Bahwa diujung sana, akan disediakan hadiah yang indah jika aku mampu melaluinya sampai sana. 

Dulu, aku hidup dalam dunia khayal, ia tertulis jelas dalam cerpen-cerpenku. Bahwa kelak akan ada banyak yang mencintaiku. Bahwa, kelak akan ada jiwa-jiwa yang melindungiku. Bahwa aku tak akan menangis sendiri lagi. Bahwa mereka yang jahat sekarang akan berbalik menyayangiku. Bahwa aku kelak akan menjadi orang yang berguna bagi semua orang. Bahwa dan bahwa.. Mungkin itulah, khayalan itu menjadi visi dan terbentuk dari persepsi-persepsi. Persepsi-persepsi itu terbentuk dari kekurangan-kekurangan yang, dan luka-luka yang berontak untuk sembuh. 

Bahkan dalam suka yang berlebihan sekalipun, aku melunturkannya dengan persepsi, maka kadang persepsi itu bisa sangat kreatif sekali, hal yang bahkan orang yang dipersepsikan tak menduganya. Ya, itulah caraku melindungi diri, agar jikapun terluka tak parah. Agar ketika kecewa tak terjatuh. Bahwa ketika ingin mundur aku tetap memiliki alasan untuk bertahan. Ya, itulah, betapa pentingnya persepsi2 itu untukku. Bahkan dengan persepsi itu, aku meyakini. Bahwa Dia menuntunku, Dia tak pernah meninggalkanku. Dia, ya Dia. Allah. Hanya Allah. Maka tetap tak ada yang menggantikanNya, siapapun itu. Karna orang-orang yang sangat mencintaiku disekelilingku dan memberikan apapun yang aku mau, yang menjagaku dan baik padaku. Semuanya, ya semua itu aku memintanya dariNya. Allah.

Rabu, 07 Agustus 2013

lagi, lagi

Bismillah..

tawa itu menyayat pilu..
sungguh, bahkan dalam tidurpun embun menggumpal itu menetes..

kusebut itu jiwa yang 'mengerti'

pesan 'duka' itu mereka abaikan, lalu menggantinya dengan gelak tawa yg tak kumengerti..

Kuyakinkan kembali hati, ah aku brada disini bukan karna siapapun

Lalu tetiba, jiwa-jiwa itu hadir.. Jiwa2 yg kutemui bbrapa tahun yg lalu..
Jiwa-jiwa yg tak henti mengganggu, menghadirkan tangis & haru..
Jiwa-jiwa yg bersama merekalah semangat-semangat itu tercipta..

Meski tak jarang saling tersakiti, namun saudara tetaplah sama, tak kan berubah..

dari dulu begitu..
Sebesar apapun kemarahannya, maka tak kan sanggup meninggalkannya..
Slalu ada kisah yang terangkai sempurna..

Tegas, namun tak keras
Marah, tapi tetap menyapa..
Maka, seulas senyum membersihkan semuanya..

Ternyata mereka tetap sama, bahkan bertambah.. Pun jiwa-jiwa baru yang mulai bergabung..

Ternyata hanya karna 1,2 orang saja.. Ya 1,2 orang..
& tak kan kubiarkan 'yg kokoh terangkai' ini.. Lusuh tak berbekas

Kata salah satu dr mreka 'jngan sampai, gara2 nila setitik, rusak susu se ember' :')

*met idul fitri*

Disqus for harus memulai