Ibu, ibu, ibu itulah sosok wanita pahlawan di mataku. Aku merasa smakin menghormati, sayang dan kagum dengan beliau. Perempuan yang sangat kuat, tegar, dan hebat menurutku. Aku terlalu bodoh jika menganggap remeh segala hal yang dikerjakannya, aku juga sangat buruk jika merendahkan hasil kerjanya.
Wanita itu bekerja siang malam untuk keluarganya masak, mencuci, mengurus anak, mengurus suami, memikirkan anak memikirkan suami. Wanita itu tak kenal lelah meski sering amarah tak mampu dikontrolnya. Menurutku dia punya hak untuk itu. Tugas yang nyata menurutku adalah hal sepeleh karna lama kelamaan dia akan terbiasa melakukannya. Iya memang hal itu biasa dan mampu dilakukan siapa saja. Setidaknya itu yang aku pikirkan selama ini, karna aku teman setia yang selalu membantunya. Meski terkadang terbesit ketidak ikhlasanku menemaninya, karena selalu menjadi sarana untuk membuang amarahnya. Meski demikian aku juga tak tega untuk meninggalkannya sendirian. Dia adalah mamaku. Menurutku papaku lebih sabar daripada mamaku, apapun yang aku inginkan asal tidak bertentangan dengan kebaikan pasti dia berikan. Papaku jarang meamrahiku, bahkan nyaris tidak pernah. Karna sedikit saja papa bicara kasar mulutku bias manyun 5centi. Memang tidak dipungkiri kalau aku lebih dekat dengan papa daripada dengan mama. Meski kalo papa salah aku tetap membela mama.
Ceritaku diatas seolah memrangi mama dan membela papa ya? Benar jika aku menulis cerita ini waktu aku SMU, saat-saat aku masih kekanakan tanpa mampu membedakan yang mana yang baik an buruk, disaat aku hanya bisa mengatakan indah yang terlihat indah dan mengatakan buruk yang terlihat buruk. Ketika aku belum melewati ujian sehingga belum sampai ke tingkat ini. Tapi sekarang tidak, sekarang aku benar benar yakin semua yang dikatakan Rasull itu benar. Tiga kali dia mengatakan “ibumu” ketika ditanya siapa yang harus dihormati. Ya, sosok wanita yang sekarang mulai terlihat kerut diwajahnya, jalannya mulai pelan, dan hatinya mulai lebih sensitive. Memang benar apa yang saya katakana diatas kalau segala yang dikerjakan hal yang sangat mudah, apalagi jika telah biasa dikerjakan, tapi tidak jika hati kita sedang lelah kawan, bayangkan ketika kita pulang kerja dengan rumah yang begitu berantakan, dikantor banyak kerjaan, harus buat makan untuk suami, harus ngurusi anak, belum lagi kenakalan mereka di sekolah, lalu cucian yang menumpuk, pakaian untuk di strika. Segala hal yang membuat ragamu lelah harus kau kerjakan dengan hati yang lelah. Benar-benar butuh kesabaran dan keikhlasan yang ekstra. Tidur yang tak cukup, lelahpun tak bisa berkata, karna lelah ataupun tidak itu adalah kewajiban. Jika tidak sekarang dikerjakan, akan menumpuk untuk besok dan begitu seterusnya. Ketika kau besar dan dia berharap akan ada yang membantu kerjanya, malah kau sibuk dengan teman-temanmu kesana kemari dan membuatnya khawatir dengan keberadaanmu. Saat dia marah bukannya berterima kasih karna dia memikirkanmu, malah ikut-ikutan marah bahkan kadang melebihi dia. Setidaknya itu yang aku rasakan sekarang, padahal aku hanya mengambil bagian kecil dari peran mereka, namun terkadang aku merasa lelah dan ingin menyerah. Lalu bagaimana mereka kemarin-kemarin. Barulah aku mengerti mengapa ALLAH begtu membenci anak yang durhaka. Terimakasih ya Allah atas anugrah ini, untuk dua pahlawan yang kau berikan dan menjagaku hingga aku sampai pada tahap mengerti. Terimakasih kau membuatku mengerti sekarang, sehingga aku masih ada waktu untuk membahagiakan mereka. Syukurku hanya untukmu ALLAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar