Rabu, 28 Agustus 2013
Senin, 26 Agustus 2013
Cinta Bersemi di Pelaminan -Oleh Anis Matta-
Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.
Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh sang istri tuan rumah. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu!
Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.
Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh di lahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.
Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.
Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.
Minggu, 25 Agustus 2013
Ia, menuntunku slalu
Rabu, 07 Agustus 2013
lagi, lagi
Bismillah..
tawa itu menyayat pilu..
sungguh, bahkan dalam tidurpun embun menggumpal itu menetes..
kusebut itu jiwa yang 'mengerti'
pesan 'duka' itu mereka abaikan, lalu menggantinya dengan gelak tawa yg tak kumengerti..
Kuyakinkan kembali hati, ah aku brada disini bukan karna siapapun
Lalu tetiba, jiwa-jiwa itu hadir.. Jiwa2 yg kutemui bbrapa tahun yg lalu..
Jiwa-jiwa yg tak henti mengganggu, menghadirkan tangis & haru..
Jiwa-jiwa yg bersama merekalah semangat-semangat itu tercipta..
Meski tak jarang saling tersakiti, namun saudara tetaplah sama, tak kan berubah..
dari dulu begitu..
Sebesar apapun kemarahannya, maka tak kan sanggup meninggalkannya..
Slalu ada kisah yang terangkai sempurna..
Tegas, namun tak keras
Marah, tapi tetap menyapa..
Maka, seulas senyum membersihkan semuanya..
Ternyata mereka tetap sama, bahkan bertambah.. Pun jiwa-jiwa baru yang mulai bergabung..
Ternyata hanya karna 1,2 orang saja.. Ya 1,2 orang..
& tak kan kubiarkan 'yg kokoh terangkai' ini.. Lusuh tak berbekas
Kata salah satu dr mreka 'jngan sampai, gara2 nila setitik, rusak susu se ember' :')
*met idul fitri*