ketika kubaca firman-Nya, “sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu di risaukan
tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman
aku ingat pertemuan pertama kita
dalam dua detik, dua detik saja
aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah mufakat
meski lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat
ya, kubaca lagi firman-Nya, “Sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan
karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
mungkin dua – duanya, mungkin kau saja
tentulah terlebih sering, imankulah yang compang – camping
kubaca firman persaudaraan
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan;
‘para kekasih pada hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain…
kecuali orang – orang yang bertaqwa”
(Salim A. Fillah, dalam buku “Dalam Dekapan UKHUWAH”)